INFOGRAFIS FENOMENA GEMPA&TSUNAMI PALU-DONGGALA

Palu1

 

 

Palu2

 

Palu3

 

Palu8

 

 

Palu9

 

Palu6

 

Palu10.jpg

Referensi:

[1] Gomez, et al. The 1996 Earthquakes in Sulawesi, Indonesia. Bulletin of the Seismological Society of America, 90, 3, pp. 739–751, June 2000.

[2] Pelinovsky, et al. The 1996 Sulawesi Tsunami. Natural Hazards (1997) 16: 29. https://doi.org/10.1023/A:1007904610680

[3] Diposaptono et al. Impacts of the 2011 East Japan tsunami in the Papua region, Indonesia: field observation data and numerical analyses. Geophysical Journal International, Volume 194, Issue 3, 1 September 2013, Pages 1625–1639, https://doi.org/10.1093/gji/ggt175

[4] https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/AHA-Situation_Update-no1-Sulawesi-EQ-rev.pdf

[5] Data historical gempa dan tsunami dari NOAA: https://www.ngdc.noaa.gov/hazard/tsu_db.shtml

[6] Pemodelan tsunami Palu bisa dilihat di FB Dr. Aditya Gusman (Adit Gusman)

JANGAN IKUTI PASSION ANDA

PromoOktober2

Ikuti tulisan sang penulis dalam buku PhD Parents’ Stories – Menggapai Mimpi Bersama Pasangan Hidup yang bisa di pesan lewat link berikut: https://tinyurl.com/WA-BukuPPS 

“Sukses tidak lah bertumpu semata kepada seberapa passion-nya anda dengan pekerjaan yang anda geluti saat ini. Lebih dari itu, ia adalah gabungan kerja keras tanpa henti yang butuh kesabaran tak berbatas.”

Ditulis oleh Ario Muhammad, Ph.D 

Namanya Jun, lelaki berkacamata dengan tinggi 170 cm asal Tiongkok ini setiap hari akan berjalan mendaki dari park street – area pusat kota Bristol – menuju gedung Queens, University of Bristol untuk melakukan rutinitasnya: menjalani tugasnya sebagai sponsorship PhD student. Perusahaan yang membiyai riset S3-nya mengharuskan ia menghasilkan sebuah produk baru dalam waktu 4 tahun. Sebuah tugas yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik jika dia menikmatinya. Namun harapannya untuk menjalani studi S3 dengan baik dan penuh karya tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Istrinya yang baru ia nikahi di usia yang cukup muda – 23 tahun – terkadang membersamainya sambil menuntaskan perannya sebagai pendiri shopping online website[1] yang baru dirintis beberapa bulan. Wajah Jun lebih sering kusut sambil berujar kalimat ini: “I regret taking PhD, I should take a job in a company.”[2]

Seperti halnya Jun, Dr. Goda juga melakukan rutinitas yang sama dengannya setiap hari. Melewati jalur Queens Road bersisian dengan gedung Wills Memorial, kemudian mengambil jalan mendaki menuju gedung Queens Building, University of Bristol. Rutinitasnya akan dimulai pukul 9 pagi dengan tumpukan paper yang siap dibaca. Di depan pintunya, sebuah tanda “not available”[3] tergantung manis selama beliau membaca paper hingga siang hari. Setelah makan siang, beliau akan melanjutkan dengan menulis, melakukan simulasi, rapat, atau membagi waktunya untuk bimbingan dengan 4 mahasiswa S3-nya. Jika Jun sering mengungkapkan kata “I regret doing this”[4], maka Dr. Goda punya kalimat pamungkas yang berbeda “You have to love what you are doing. It is not a matter of doing what you love. It is about hard works”[5].

Jika melihat background Jun dan Dr. Goda, kita akan menemukan dua hal yang cukup berseberangan. Jun adalah lulusan S2 Electrical Engineering dari University of Nottingham, salah satu dari 100 universitas terbaik di dunia. Dia lulus dengan nilai fantastis, distinction[6], tentu saja dengan average nilai di atas 80. Sebagai gambaran, untuk memperoleh nilai distinction di UK, umumnya seseorang harus melewati angka 70. Jadi angka 80 untuk nilai rata-rata selama S2-nya termasuk angka yang fantastis. Disertasi riset S2-nya bahkan menembus angka 84. Pilihannya menjadi mahasiswa S3 adalah karena alasan klasik: this is my passion. I do really enjoy doing a research project[7].

Berbeda cerita dengan Jun, Dr. Goda justru memulai karirnya di dunia academia karena terjebak cinta. Apa daya, dia harus memperjuangkan gadis pilihannya yang merupakan warga negara Canada dengan memutuskan melanjutkan S3 di University of Western Ontario, Canada mengambil bidang yang berbeda sama sekali dengan latar belakang S2-nya di Pertanian yaitu seismologi[8]. Kala itu, Goda, belum menggondol gelar Doctor tentunya, menyadari bahwa proses membangun karir harus dimulai dengan membangun skill dan pengalaman yang kuat. Dan skill yang mumpuni terbentuk lewat proses belajar yang penuh komitmen, konsistensi, dan tentu saja kedisiplinan. Maka berbeda dengan Jun, Goda melewati PhD dengan penuh semangat, menghabiskan nyaris 80 jam per minggu untuk menuntaskan proyek S3-nya yang berbeda 180 derajat dari background pendidikan sebelumnya. Hasilnya, Dr. Goda akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai dosen di Nanyang Technological University dan University of Bristol (dua dari 50 kampus terbaik di dunia versi QS) 4 tahun setelah menjalani masa-masa penuh perjuangan mengasah skill dan pengalamannya sebagai researcher di Kanada.

Dua cerita ini kembali terngiang dipikiranku setelah menamatkan buku So Good They Cant Ignore You karya Dr. Calvin Newport. Cerita tentang Jun adalah potret bahwa tak selamanya kata-kata “aku passion dengan bidang ini” lalu dengan terburu-buru memutuskan berkecimpung di bidang tersebut akan mampu menjaga semangatmu dalam bekerja atau berkarya. Justru sebaliknya, teori follow your passion, ikuti passionmu, terkadang atau bahkan sebagian besar justru menjadi ancaman yang mampu mengantarkan kepada pilihan karir yang salah. Seperti kata Dr. Newport:

“In real world, the vast majority of people don’t have pre-existing passions waiting to be discovered and matched to a career. The real path to work you love, it noted, is often more complicated.”[9]

Fakta Tentang Passion

Adalah di tahun 2002, Robert J. Vallerand seorang psikolog asal Kanada melakukan sebuah riset yang didasari atas pertanyaan sederhana:

Apakah para mahasiswa mempunyai passion? jika ia, apa passion mereka?

Maka diambillah 539 mahasiswa di berbagai universitas di Kanada sebagai sampel penelitiannya. Hasilnya 84% dari mahasiswa yang disurvey mengatakan jika mereka benar-benar memiliki passion. Sebuah kabar yang menarik tentunya. Lalu apa passion mereka? 5 passion yang umumnya diyakini milik mereka adalah: dansa, hockey, skiing, membaca, dan berenang. Sayangnya 5 passion ini tidak punya kaitan langsung dengan pekerjaan yang ditawarkan di dunia nyata. Hanya 4 % dari jawaban para mahasiswa yang langsung berhubungan dengan pekerjaan.

Riset lain yang dilakukan oleh Amy Wrzesniewski seorang professor di bidang perilaku organisasi di Yale University lewat suvey yang mendalam dari ribuan responden yang menggeluti berbagai bidang pekerjaan dari programmer hingga dokter menyimpulkan bahwa:

“The happiest, most passionate employees are not those who followed their passion into a position, but instead those who have been long enough to become good at what they do.”[10]

Temuan ini membuka ruang berpikir kita untuk memandang kalimat passion sebagai hal yang tidak mudah ditemukan dan membutuhkan waktu yang lama untuk menggalinya. Bagi beberapa orang tertentu, sebut saja Joy Alexander, seorang prodigy dalam music jazz asal Indonesia yang memang terlahir dengan bakat yang memukau. Tentu saja bakat semacam ini jarang ada dan merupakan gift dari Tuhan Sang pencipta. Atau sebutlah Lilyana Natsir, kekuatan tangannya dan skill bulutangkisnya adalah salah satu yang terbaik dan langka yang sulit ditemukan di pemain puteri ganda campuran Indonesia lain saat ini.

PromoOktober3

Pentingnya Mengasah Skill

Adalah Zhao Yun Lei, penerima dua medali emas olimpiade London 2012 yang membuka mata kita bahwa tak selamanya skill dan gift dari Tuhan sebagai talenta yang akan mengantarkan kita menjadi tangga juara di dunia. Usianya ketika menjadi juara dunia di ganda campuran pertama kali adalah 25 tahun, seusatu yang cukup tertinggal dibanding dengan Lilyana Natsir yang sudah menjadi juara dunia di usia 19 tahun. Ketekunan dan latihan yang keras bisa mengalahkan bakat alam yang sudah dimiliki seseorang sejak lahir. Inilah yang mengantarkan Zhao Yun Lei menjadi salah satu pebulutangkis terbaik sepanjang sejarah mengalahkan capaian prestasi seorang Lilyana Natsir. Contoh lain adalah Carolina Marin. Pebulutangkis tungal puteri asal Spanyol ini membuat sejarah yang cukup menggemparkan dunia karena berhasil menjadi puteri Eropa pertama yang meraih medali emas di Olimpiade. Sesuatu yang aneh mengingat Spanyol bukanlah seperti Denmark yang merupakan negara penghasil pemain tingkat dunia dalam olahraga bulutangkis. Dia mengunguli Ratchanok Inthanon (Thailand) yang merupakan prodigy tunggal putri bulutangkis yang sudah memenangkan kejuaran dunia junior 3 kali berturut-turut. Rekor yang belum terkalahkan hingga kini. Carolina Marin selalu menjadi bayang-bayang May (sapaan akraB Inthanon) selam di Junior dan baru mengalahkannya di tahun ini. Namun prestasinya di senior terkalahkan oleh Carolina Marin yang lebih bersinar karena kerja keras yang dimilikinya.

Contoh dari Zhao Yun Lei dan Carolina Marin ini mirip dengan yang ditulis oleh Dr. Newport yang menyebutkan bahwa bagian terpenting dari memandang pekerjaan kita adalah keseriusannya dalam membangun career capital. Sebuah istilah yang dipakai oleh Dr. Newport untuk menamai skill. Carolina Marin berkali-kali harus latihan keberbagai negara yang kesohor bulUtangkisnya seperti Indonesia dan China hanya untuk mengembangkan skillnya. Zhao Yun Lei sendiri pernah bercerita bahwa proses latihannya justru lebih menyengsarakan dibandingkan bertanding di dua nomor sekaligus (ganda puteri dan ganda campuran).

Maka jangan mengambil keputusan terburu-buru dengan berhenti dari sebuah pekerjaan atau memutuskan menjadi seorang freelancer dari rumah jika kamu belum memiliki skill (baca career capital) yang mumpuni, apalagi venue (pasar) yang belum memadai. Menseriusi diri dengan mengasah secara terus menerus skill di bidang yang kita tekuni saat ini adalah cara yang paling tepat dibanding kamu melamun dan bergumam setiap hari sambil memikirkan panggilan jiwamu. Panggilan jiwa yang terburu-buru bisa jadi menyesatkan. Maka tetaplah bertahan dengan kekonsistenan mengembangkan diri. Di titik tertentu, kamu akan menyadari bahwa carrer capital yang suda kamu asah dengan sabar dan dalam waktu yang lama akan mengantarkan kepada sebuah capaian cita-cita yang lebih besar dari yang kamu bayangkan.

Mencintai Apa Yang Kami Kerjakan

Ada dua hal penting yang disebut Dr. Newport agar kita bisa mencintai apa yang kita kerjakan saat ini.

Pertama: memiliki kontrol

Punya kontrol yang besar dalam pekerjaan kita akan lebih membuat kita bahagia dibanding berada pada posisi dimana kontrol menjadi hal yang langka. Banyak riset-riset tentang kebahagiaan dalam bekerja sudah menunjukkan bahwa mereka yang punya kontrol dalam pekerjaan mereka cenderung lebih puas dan bahagia dibanding dengan mereka yang tidak memiliknya. Maka tidak usah heran jika melihat Radyum Ikono atau Novan Maulana, beberapa contoh dari CEO-CEO muda Indonesia yang sangat antusias menjalani karirnya membangun perusahaan Nano Technology di Indonesia. Latar belakang pendidikan mereka tentu saja bisa membuat mereka memilih jalur karir lain. Dosen misalnya atau yang lebih mentereng bekerja di perusahaan-perusahaan kelas wahid dengan gaji wah. Namun sadar atau tida sadar, kemampuan mereka untuk mengontrol pekerjaan mereka dengan lebih luas adalah salah satu alasan kenapa mereka begitu antusias menjalani perannya saat ini. Contoh lain adalah dr. Gamal Albinsaid. Seseorang yang dikenal sebagai dokter sampah yang sudah mendapatkan penghargaan tingkat dunia dari berbagai negara. Pertemuan dan diskusi dengannya beberapa tahun lalu ketika mengisi seminar bersama-sama menunjukkan kepadaku bahwa dr. Albinsaid lebih menikmati perannnya mengembangkan proyek asuransi sampah dibanding menyelesaikan masa-masa co-ass yang waktu itu masih digelutinya (tahun 2013). Karena disanalah dia lebih bisa melakukan kontrol atas karyanya. Lebih bisa amengatur ritme, waktu, dan misi yang sedang dirancangnya.

Kedua: harus menghasilkan uang

Mempunyai control saja tentulah tidak cukup. Seseorang akan lebih menikmati pekerjaannya jika dia mampu memiliki kestabilan secara finansial. Bayangkan saja jika kamu punya kontrol yang kuat dengan pekerjaanmu, sebutlah jika kamu seorang web designer freelancer yang bekerja dari rumah dan bebas memulai pekerjaan kapan saja tapi kemudian kamu tidak memiliki klien yang tetap dan membawa keuntungan secara finansial secara stabil. Maka bisa dipastikan, kamu justru akan memilih karir lain untuk mengamankan isi kantongmu. Sebutlah dengan melamar ke perusahaan yang lebih settle yang menerima backgroundmu.

Maka jika kamu sudah memiliki career capital yang mumpuni, pastikan menekuni sebuah pekerjaan yang juga menghasilkan kestabilan secara finansial. Dengan kontrol yang kuat dan kestabilan finansial ini, seseorang cenderung akan lebih bahagia dan pada akhirnya, akan lebih passionate dengan pekerjaan yang dia geluti.

—-

Tulisan ini ada dalam buku Notes From England.

NFE9

[1] Web jualan online

[2] Aku menyesal mengambil S3, aku seharusnya bekerja di perusahaan saja

[3] Tidak ada di tempat

[4] Aku menyesal melakukan ini

[5] Kamu harus mencintai apa yang kamu kerjakan. Ini bukan tentang mengerjakan apa yang kamu cintai tapi ini tentang kerja keras.

[6] Distinction sama dengan cum-laude dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) > 3.5

[7] Ini adalah passion-ku, aku benar-benar menikmati mengerjakan sebuah proyek riset

[8] Bidang yang berkaitan dengan gelombang gempa

[9] Di dunia nyata, sebagian besar orang tidak memiliki passion sejak awal yang selalu sesuai dengan pilihan karir yang dijalaninya. Faktanya, jalan menemukan pekerjaan yang kamu cinta, jauh lebih rumit dari yang umumnya orang ketahui.

[10] Yang paling bahagia dan yang punya passion dengan pekerjaan mereka adalah bukan mereka yang sejak awal mengikuti passion mereka, tapi mereka yang sudah lama bekerja hingga menguasai pekerjaan mereka dengan mudah.

MANAJEMEN WAKTU EFEKTIF BAGI MAHASISWA

“Kuncinya terletak bukan pada bagaimana anda menghabiskan waktu, namun dalam menginvestasikan waktu anda.” (Stephen R. Covey)

PromoOktober2

Tulisan ini ada dalam buku PhD Parents’ Stories – Menggapai Mimpi Bersama Pasangan Hidup yang bisa di pesan lewat link berikut: https://tinyurl.com/WA-BukuPPS atau via WA di 0821-2690-8782 

Namanya Dewi Nur Aisyah, Ph.D Ibu muda dan seorang muslimah lulusan dari University College of London (UCL) ini adalah salah satu nama yang perlu kita ikuti keseriusannya dalam berkarya. Bersama sang suami yang sedang menyelesaikan studi PhD di Brunel University bidang Hubungan Internasional, Dewi melewati lika-liku menjadi seorang mahasiswa S3 dengan segala tantangannya. Lebih dari itu, ada si kecil Najwa yang membersamai hidup mereka menambah warna-warni perjuangan yang harus mereka hadapi setiap hari.

Bulan Januari tahun ini, aku berkesempatan untuk berada satu forum dengan Dewi dalam sebuah acara motivation talk bertema berprestasi menembus batas yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Birmingham. Bagiku, kesempatan mengisi bersama dengan orang-orang hebat adalah momen untuk belajar. Mendengar presentasi mereka adalah sarana belajar terbaik karena melihat langsung bagaimana mereka mengeksekusi waktu mereka secara produktif.

Schedule

“Aku memulai segala sesuatu dengan membuat target dan merencanakan secara detail. Ini memudahkanku untuk meraih apa yang aku impikan.”

Kata pembuka ini diawali Dewi ketika ditanya tentang titik balik melejitkan potensinya. Kalian tidak usah bertanya list prestasi muslimah keren ini. Dari mahasiswa berprestasi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia yang harus dicapainya dengan terlibat dalam 13 organisasi, Indeks Prestasi Komulatif (IPK) mentereng, dan juara di beberapa lomba akademik. Belum lagi sepak terjangnya selama PhD. Hampir selalu memenangkan penghargaan baik itu travel grant[1] ke berbagai konferensi di berbagai negara maupun best abstract[2] di konferensi-konferensi terkenal di bidangnya. Lebih dari itu, Dewi juga berhasil menelurkan dua buku: Awe Inspiring Me dan Sholihah Mom’s Diary selama PhD yang keduanya bisa dikategorikan sebagai best seller karena sudah cetak ulang lebih dari dua kali.

Melihat penuturan Dewi seperti menyaksikan langsung aplikasi dari berbagai buku manajemen waktu yang pernah kubaca. Dari the power of habbit-nya Charles Duhigh, willpower-nya Roy F. Baumeister, hingga bukunya Calvin Newport, Deep Work. Di saat yang bersamaan, pertemuan dengan orang-orang yang berhasil menjadikan harinya begitu produktif juga menjadi pertanda penting bahwa untuk menjadi seorang yang mampu mempengaruhi, yang kamu butuhkan bukan hanya ilmu, tetapi juga bukti yang kamu tunjukkan lewat keseharianmu.

“Aku hanya punya 2 hingga 3 hari dalam seminggu untuk mengerjakan pekerjaan satu pekan karena harus berbagi waktu dengan suami untuk menjaga anak. Jika fokusku hilang selama bekerja, maka berantakan juga semua targetan mingguan yang sudah kususun. Untuk itu, meskipun kita punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, harus ada prioritas yang kita tetapkan agar fokus kita lebih terarah. Jadi menjaga prioritas dan mengeksekusinya dengan baik adalah kuncinya.” Sambung Dewi.

PhDMama6

“Aku sering menemukan orang-orang yang begitu mudah kehilangan fokus. Ketika sudah memiliki target harian, yang dikerjakan bukanlah target yang sudah disusun. Justru yang lain. Ini yang menyebabkan banyak dari kita tidak berhasil meraih target yang sudah kita rencanakan sejak awal.” Uraian Dewi ini membuat sebagian besar para pendengar yang memadati auditorium di University of Birmingham mengangguk setuju.

Fokus memang menjadi salah satu masalah paling krusial bagi seseorang ketika ia hendak mengeksekusi rencana-rencana yang telah disusunnya. Banyak dari kita yang begitu mudah terganggu dengan hal-hal lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan pekerjaan yang sedang ditekuni. Entah itu berselancar di dunia maya, berbelanja online, hingga bermain game. Padahal sudah begitu banyak list pekerjaan yang sudah dipikirkan beberapa waktu sebelumnya.

Dewi adalah contoh perempuan yang tahu tentang prioritas dan hal-hal penting yang seharusnya mereka kerjakan.

“Aku tidak suka membaca, tapi ada sekitar 20,000 jurnal paper di endnote-ku.” Cerita Dewi beberapa saat kemudian.

“Jadi, habiskan waktumu dengan menuntaskan prioritas yang harus kamu kerjakan. Bukan yang lain. Aku tidak suka menghabiskan waktu membaca novel, tapi yang kubaca adalah hal yang paling relevan dengan targetan hidupku. Salah satunya adalah membaca artikel-artikel ilmiah.” Lanjut Dewi. 20,000 jurnal paper yang sudah di baca olehnya semenjak studi S2 di Imperial College London adalah bukti bahwa memfokuskan pekerjaan kita kepada hal-hal yang penting adalah cara terbaik untuk menjadi seseorang yang produktif.

Melihat keseharian seorang Dewi membuatku ingin merumuskan beberapa hal penting bagi kalian yang ingin membangun manajemen waktu efektif dalam hidupmu. Aku telah menjalaninya lebih dari lima tahun lamanya. Proses ini telah membawaku kepada tingkat produktifitas yang tidak pernah kucapai sebelumnya. Maka catatan berikut, adalah hal-hal penting yang perlu kalian ingat untuk membuat hidupmu lebih baik dari sebelumnya.

Mari kita mulai!

NFE8

Bagi yang tertarik, bisa melakukan pemesanan awal lewat link berikut: https://tinyurl.com/WA-BukuPPS

TAHAP PERSIAPAN

Ada hal-hal mendasar yang perlu kita ketahui sebelum memulai menata diri kita.

Pertama: Bersihkan jiwa dari noda dan pikiran-pikiran negatif

Ini hal yang paling penting. Sebelum Anda menata diri Anda, saya sangat menyarankan untuk membersihkan semua hal negatif dari pikiran Anda. Jangan sampai ada hal-hal yang mengganggu konsentrasi Anda dalam penataan diri. Jika kita tidak berhasil membersihkan jiwa dari kemaksiatan dan pikiran-pikiran negatif maka dipastikan Anda tidak punya kesiapan diri yang matang untuk ISTIQOMAH.

Hal-hal negatif ini termasuk rasa tidak percaya diri, merasa bukan siapa-siapa, dan menumbuhkan sikap bahwa saya bukan seorang juara.

TIPS: taubat, muhasabah, dan tingkatin amalan yauminya., juga hilangkan rasa minder dan tidak sanggup

Kedua: Punyai standar amalan yaumi

Sudah tahu kan jika para sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang paling dekat dengan Allah? Saya pribadi sangat meyakini bahwa kesuksesan seseorang berbanding lurus dengan usaha kerasnya juga ketaqwaannya kepada Allah. Catat ya: “Kesuksesan yang penuh keberkahan”. Ini sangat berbeda dengan kesuksesan tanpa kebekahan dari Allah. Banyak orang yang sukses tapi dia semakin jauh dari Allah dan semakin dekat dengan dunia. Menurut saya ini bukan kesuksesan yang penuh berkah.

Tengok firman Allah dalam Q.S. At-Thalaq ayat 2-3 dan Al-Anfal: 29

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya DIA akan mengadakan baginya jalan keluar (maksudnya dari kesulitan-kesulitan dunia dan akhirat), dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At-thalaq: 2-3)

“Hari orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya DIA akan memberikan kepada-Mu furqon (petunjuk/pertolongan) dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Anfal: 29)

Anda tentu ingin sukses!

sukses dunia akhirat kan? bukan hanya dunia yang Anda tuju. Maka mendekatlah kepada Allah. Sempurnakanlah ketaqwaan kita.

Salah satu sarana yang bisa kita ikhtiarkan agar semakin dekat dengan Allah adalah menjaga keistiqomahan amalan yaumiyah/harian kita.

Jika Anda ingin memulai manajemen waktu dengan baik, maka buatlah target amalan yaumiah Anda terlebih dahulu. Berikut contoh target amalan yaumiyah yang bisa anda implementasikan, silahkan sesuaikan dengan standard dan kemampuan anda:

(1) Tilawah 1 Juz 1 hari (30-45 menit)
(2) Duha minimal 3x sepekan (5 menit setiap kali sholat)
(3) Tahajjud minimal 5-7 kali sepekan (20-30 menit)
(4) Menjaga sholat 5 waktu (75 menit)
(5) Membaca riyadhus sholihin sebelum tidur (10-15 menit)

Saya sengaja menuliskan jumlah waktu yang kira-kira dihabiskan untuk menyelesaikan targetan amalan ini agar kita bisa memperkirakan pembagian waktu untuk yang lain. Jika kalian sudah memiliki targetan amalan yaumiyah ini maka jagalah. Karena sungguh, jika kita istiqomah menjalankan, justru amalan-amalan yang rutin inilah yang memberikan kita energi terbesar untuk berkarya.

Gak percaya? Coba deh!

Beasiswa6

Ketiga: Siapkan target “dunia” Anda

Kita semua punya mimpi bukan? cita-cita setinggi langit juga harapan yang menggunung. Namun percayalah, Anda tidak akan pernah bisa mewujudkannya jika hanya di angan-angan. Saya juga meyakini, bahwa kita butuh yang namanya “Desakan Internal” di dalam diri untuk mengejar mimpi kita.

Sepertinya saya tidak perlu menjelaskan targetan dunia ini. Anda lebih tahu dari saya.

Yang menjadi poin paling penting di bagian ini adalah TARGETAN ini mampu MENGGERAKKAN kita. Ini yang paling penting. Biasanya mimpi hanya menjadi coretan di atas kertas atau catatan yang tersimpan di komputer Anda. Jika mimpi-mimpi tersebut belum mampu MENGGERAKKAN Anda, maka banyaklah belajar dari buku-buku biografi orang-orang sukses. Jika belum cukup, berteman baiklah dengan seseorang yang Anda pikir bisa menjadi inspirasi dalam mengejar mimpi-mimpinya. Jika belum berhasil juga, sebaiknya Anda gak usah hidup saja. Allah gak butuh muslim-muslim yang lemah. Islam butuh mereka yang bekerja keras untuk kontribusi dunia. Katanya Islam rahmatan lil alamin? gimana mau jadi pemimpin ummat kalo kita sendiripun ga bisa memimpin diri kita?

Please answer that question in your heart!

PromoOktober3

Versi ebook (google play book) bisa langsung beli di sini: https://tinyurl.com/PPS-ebook

LET’S START IT

Jika persiapan diatas sudah matang mari kita mulai MENATA WAKTU kita.

PERTAMA: Create your own deep habits!

Deep habits adalah kebiasan-kebiasaan pendukung yang akan memudahkan manajemen waktu dan kerja/belajar kita. Hal-hal pendukung ini antara lain:

(1) Olahraga untuk kebugaran fisik
(2) Hiburan untuk kesehatan mental kita
(3) Menjaga gizi dan kualitas makanan kita
(4) Menjaga amalan harian untuk kesehatan ruhiyah kita

Kita mulai dulu dengan kebiasaan olahraga untuk kebugaran fisik. Saya akan share pengalaman saya.

Saya ingat sekali, di 1.5 tahun pertama menjalani S3, saya rutin berenang sebelum bekerja di office jam 10am 3-4 kali seminggu. Setelahnya saya selalu rutin main bukutangkis dan lari di taman hingga saat ini.

Bagaimana dengan hiburan?

Anda bisa memilih hiburan apapun, pengalaman saya adalah dengan menata waktu berikut:

Weekend (Sabtu dan Ahad) dipakai full untuk istrahat, kecuali ada agenda ke luar kota. Bagaimana dengan diluar weekend? Jika saya merasa pening dengan pekerjaan atau riset, maka saya membuat blok waktu bagi proses penataan waktu saya. Maksud dari blok waktu ini adalah saya menghitung batas waktu saya untuk bersantai selama weekdays (hari kerja).

Misal: Saya biasanya bekerja dari 9.30 – 12.30 am kemudian istrahat. Saya bisa mengambil jeda 30 menit atau 1 jam untuk sekedar duduk santai atau jalan-jalan disekitar kampus. Kebetulan, kampus Bristol University dekat dengan city center, jadi saya bisa keliling-keliling menikmati kota sambil menyegarkan pikiran. Waktu santai kita jangan lebih dari waktu yang sudah kita tentukan. Kalau lebih anda harus menggantinya, karena jatah weekdays ini hanya 5 kali seminggu. Setelahnya kita bisa liburan. Saya juga biasanya menghibur diri dengan menulis. Selain menyegarkan pikiran tentu saja jadi rekaman cerita buat anak-cucu saya kelak.
Jika masih sering “main-main” di weekdays, maka itu tandanya Anda belum berhasil menjalankan manajemen waktu Anda. Jika masih belum berhasil, ulangi lagi tahapnya dari TAHAP PERSIAPAN di atas.

Nah! sekarang bagaimana dengan masalah makanan?

Asupan gizi dan makanan ini perlu kita perhatikan. Anda bisa mencari informasinya di internet. Insya Allah banyak yang sudah membahas.

Berikutnya, masalah amalan harian justeru faktor yang sangat penting dari semua deep habits di atas. Kualitas ruhiyah kitalah yang akan menentukan kualitas kerja dan pemanfaatan waktu kita, ingat sekali kan hadits ke-12 dalam hadits arba’in berikut?

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi dan lainnya)

Selain itu, dalam hidup kita, apalagi bagi mereka yang beriman, banyak sekali kejadian-kejadian diluar perkiraan kita yang sangat mungkin terjadi. Terkadang hari-hari kita tidak sesuai dengan yang kita harapkan, atau bahkan kita justeru sering mendapatkan kebaikan dari sumber yang tidak kita perkirakan sebelumnya. Peran Allah dalam mendesain hidup kita-lah yang menjadi kuncinya. Kalau Allah yang mengatur hidup kita, lalu kenapa kita harus jauh dari Sang Maha Pengatur? jika berani menantang Allah dengan meninggalkan-NYA, maka merugilah kita. Lebih sulit lagi kita untuk bangkit dan menata diri ketika terpuruk.

Jadi sudah jelas kan masalah aktivitas pendukung ini?

KEDUA: Jadwalkan waktu anda

Setelah melewati tahap pertama, maka silahkan menjadwalkan jadwal harian anda.

NFE9

HAL-HAL NON TEKNIS

Ada beberapa hal non teknis yang bisanya menjadi kendala untuk menata waktu kita. Catatan yang saya dapatkan dari pengalaman sendiri adalah berikut ini:

MALAS: Jangan DIPELIHARA. Setiap kali bangun dari tidur, udara selalu dingin, rasanya menghangatkan tubuh saya kembali dengan selimut adalah pilihan terbaik. Namun, Alhamdulillah, saya masih ingat, jika saya tidak bangun saya bisa TERANCAM tidak lulus PhD tepat waktu, saya bisa TERANCAM gagal menjadi lulusan Bristol University. Salah satu pendukung supaya GAK MALAS adalah dengan tidur yang cukup 6-8 jam per hari. Oh ya, saya bukan pengikut teori Kang Romi yang mengatakan bahwa cara manajemen waktu terbaik adalah “Kurangi tidurmu.. Kurangi tidurmu..”

JANGAN BEGADANG: Begadang berarti Anda melanggar kesepakatan waktu yang Anda buat. Saya justru belajar dari diri saya sendiri bahwa saya TIDAK BISA bekerja lebih dari 9 jam non stop. Otak maupun mata saya sudah tidak bisa berkonsentrasi penuh. Riset saya adalah riset pemodelan sehingga banyak berpikir dan simulasi di depan komputer. Saya pernah pulang hingga pukul 1 malam ketika belum menata waktu saya, namun akibatnya fatal. Saya jadi MALAS di hari berikutnya. Semenjak memulai kebiasaan ini, tubuh saya lebih sehat, jarang sakit, pikiran fresh, target riset bisa diselesaikan dengan luar biasa. Bekerja hingga pukul 10 pm juga tidak baik bagi saya, saya pernah melakukannya dan tidak fit ketika esok harinya.

NGANTUK ketika bekerja: Saya juga beberapa kali merasakannya Tips: Anda bisa minum kopi, tapi jangan keseringan ya! atau minum multi-vitamin. Sekali lagi jangan sering-sering.

TIAP ORANG BEDA-BEDA: Setiap orang tentu punya karakter yang beda-beda, termasuk load pekerjaan yang beda-beda, namun pakailah standar yang sama dengan saya yaitu:

Tidur cukup (7-8 jam)
Olahraga cukup (minimal 3 kali seminggu)
Hiburan yang cukup
Asupan makanan yang baik
dan tentu saja AMALAN YAUMI yang berkualitas.
Anda bisa menyesuaikan dengan keadaan anda.

MENJADI MORNING PERSON: Saya belajar banyak dari orang UK, mereka adalah orang-orang yang punya life namun hasil kerja mereka efektif dan efisien. Saya pernah belajar di salah satu negara Asia Timur dan sekarang berada di Eropa. terus terang saya lebih menyukai gaya bekerja orang UK dibanding orang-orang Asia Timur. Mereka sangat family oriented, punya life, dan bisa bekerja dengan efisien.

Keep a good record: Di sticky note komputer saya, lengkap record perkerjaan, amalan yaumiyah, dsb day by day. Ini sangat bermanfaat untuk melihat progress pekerjaan riset saya juga waktu yang sudah saya habiskan untuk belajar. You have to create it!

Demikian cerita panjang soal manajemen waktu. Di share ke sahabat maupun teman dekat ya, pasti banyak manfaatnya

Salam musim gugur dari Bristol

———————-

[1] Bantuan biaya perjalanan.

[2] Abstract terbaik. Yaitu penghargaan yang diberikan kepada para peserta seminar yang mempunya kualitas artikel yang bagus.

 

SEBAB SEORANG ISTRI TIDAK DICIPTAKAN UNTUK URUSAN DAPUR, SUMUR & KASUR SAJA

Ditulis oleh Fissilmi Hamida (@fissimihamida) penulis buku Notes From England

 

Ini kisahku, ketika bercakap-cakap dengan seorang lelaki atheis saat kami tengah memasak bersama di suatu pagi buta sebelum Subuh tiba, tepat saat hari Idul Adha. Sebuah percakapan tentang apa definisi “good husband” menurut dirinya, sebuah pemikiran dari seorang atheis yang membuatku tak bisa berkata apa-apa.

Kita bisa memetik pelajaran dari siapa saja, kan?

Saat itu adalah hari Idul Adha. Samar Samar kudengar suara seseorang sedang memasak di dapur yang terletak di ujung. Meski kamarku berada di ujung yang lain, tetap saja aku bisa mendengar saat piring bersentuhan dengan piring yang lain sehingga menghasilkan bunyi ‘cring‘.

Saat itu masih pukul 4.30 pagi. Masih jauh dari Subuh karena masa itu, Subuh disini hampir pukul 6 pagi. Tapi sudah ada yang sibuk di dapur? Penasaran, aku segera menuju kesana. Hmmmmm… penasaran hanya bumbu saja, karena aku juga memang akan ke dapur untuk memasak. Tentu saja aku harus memasak pagi-pagi sebab aku tidak ingin terlambat sholat Eid yang baru akan pertama kali aku lakukan di negeri Ratu Elizabeth ini.

Bunga

“Hi, morning,” sapa lelaki asal Tiongkok bertubuh kekar itu sembari jemarinya sigap memotong kentang.
“Morning,” jawabku sambil meraih pintu kulkas.
“Where is your wife?” tanyaku.

Lelaki itu adalah flatmate ku. Kami tinggal di flat yang sama, di Chantry Court 407 lantai 4, tapi beda kamar. Ia tinggal sekamar dengan istrinya. Untuk beberapa minggu, ia memang menemani istrinya disini sebelum kembali bertugas di Dubai.
“She is still sleeping,” (dia masih tidur), jawabnya. Kentang yang tadi dipotongnya, sekarang sudah berpindah ke atas wajan.
“Why doesn’t she cook for you?” (Kenapa dia nggak masak buat kamu? tanyaku.

Jujur, aku penasaran. Karena aku belum melihat istrinya ke dapur untuk memasak. Sesekali memang istrinya menemani di dapur. Tapi hanya duduk menemani, bukan untuk memasak.
“She can’t cook. So, it’s my responsibility as her husband to serve her,” (dia tidak bisa memasak. Jadi, tanggung jawabku sebagai suaminya untuk melayaninya), jawabnya, membuatku sedikit tersentak.

Karena istrinya tidak bisa memasak, lelaki itu menganggap bahwa dia sebagai suami yang harus bertanggung jawab melayani istrinya. Jawaban yang menarik dari seorang atheis. Aku jadi tertarik melanjutkan perbincangan dengannya, melupakan sayuranku yang baru separuh aku potong.

“Wow, nice,” ucapku. “So, you don’t think that a wife must be able to cook?” (jadi menurutmu, seorang istri nggak wajib untuk bisa masak?, sambungku lagi.

Lagi-lagi ia tersenyum. Ia memang murah senyum. Setelah memasukkan daging ke dalam wajan, ia berbalik arah menghadapku.

“Yeah, I never think that way. Who says that a wife must be able to cook?” (Memangnya siapa yang mewajibkan seorang istri harus bisa memasak?) Ia berbalik arah, menambahkan air pada masakannya.

NFE5

“But many people think that way, declaring that cooking is wife’s responsibility. What do you think.” (tapi banyak yang kekeuh kalau memasak itu ya tugas istri.) kataku.

“Yeah, they do, but I don’t.” (Aku nggak berpikir kayak mereka). Ia memberikan sedikit merica bubuk pada masakannya.
“In my marriage principal, there is no exact separation of duty like a wife must do bla bla bla and a husband must do bla bla bla. It’s more about helping each other, sharing the duty together,“ (Dalam prinsip pernikahanku, nggak ada pembagian pasti tentang istri harus begini, suami harus begitu. Menikah itu menurutku tentang bagaimana kita saling membantu dan saling memikul tanggung jawab bersama). jawabnya, kembali membuatku tersenyum.

Interesting!

“Can’t agree more about that. But too bad that many people are still standing on that old belief,” (Setuju. Sayangnya, masih saja ada orang yang berpikiran begitu), timpalku.

“Yeah, it happened in my life too. Some people questioned my decision to marry a woman who can’t do housewife jobs. But the ability to do a housewife jobs is not a basic principal for marriage life,” (Aku juga mengalaminya, kok. Banyak yang bertanya-tanya kenapa aku mau menikahi perempuan yang nggak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Tapi, kemampuan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga bukanlah prinsip dasar sebuah pernikahan), katanya.

“And, I marry her the way she is. Not because she can do something.” (Dan aku menikahinya karena apa adanya dia, bukan karena dia bisa atau tidak bisa melakukan sesuatu). Lagi-lagi aku tidak bisa bilang untuk tidak setuju.

“Absolutely,” kataku sambil melanjutkan pekerjaanku : memotong-motong sayuran.

“Furthermore, she is here to study. So, how can I demand her to serve me?” (Apalagi dia disini untuk kuliah. Bagaimana mungkin aku tega menuntutnya untuk melayaniku?) Ia mengecilkan kompor.

Ya Tuhan. Bikin baper nggak, sih? Benar-benar suami yang baik.

“So, you don’t mind anything about this?” (Jadi kamu sama sekali nggak masalah dengan semua ini?) Sekadar memastikan. Siapa tahu lelaki itu pernah berada pada satu titik dimana ia merasa keberatan dengan kehidupan pernikahan yang dijalaninya.

“I don’t mind anything. This is one of my way to love her,” (Sama sekali nggak masalah. Ini justru salah satu caraku untuk mencintainya), katanya.

Sumpah. Ini manis sekali!

“She is lucky to have you,” (Dia beruntung memilikimu), kataku. Dia kembali tersenyum.

“And so am I. I am lucky to have her. She can accept all weaknesses I have, so why I shouldn’t accept her weakness too?” (Aku juga beruntung memilikinya. Kalau dia saja bisa menerimaku dengan segala kekuranganku, kenapa aku enggak?

“Anyway, you are Muslim, aren’t you? “ (ngomong ngomong, kamu muslim, kan?) tanyanya, memecahkan lamunanku yang tetiba teringat akan suamiku tercinta.

“Yes, I am. Why?” tanyaku.

“Is it okay for you to cook with me? I heard that Muslims are forbidden to eat pork but now I am cooking pork,” (Kamu nggak papa masak bareng aku? Setahuku muslim nggak boleh makan babi, dan ini aku masak babi). katanya. Rupanya daging yang dimasaknya adalah daging babi.

“It’s okay. As long as we dont cook in the same pan and we don’t wash it with the same sponge, it’s okay. No need to worry,” (Nggak apa apa. Selama kita nggak masak pakai wajan yang sama dan cuci piring pakai spons yang sama, nggak masalah), jelasku.

Kami memang memasak di dapur yang sama, tapi lelaki itu sangat mengerti batasan. Ia sama sekali tidak pernah menyentuh peralatan masakku, termasuk juga peralatan makan. Ia juga memakai spons yang berbeda untuk mencuci peralatan dapurnya.

“Hey, I am done. I have to wake her up to have breakfast together,” (Eh, aku udah selesai. Aku mau membangunkan istriku dulu untuk sarapan bersama), katanya, berpamitan untuk membangunkan istrinya untuk mengajaknya sarapan bersama.

Sungguh, masih lekat dalam ingatan ketika aku begitu meradang melihat banyak lelaki dan para suami di timeline facebook-ku ramai-ramai men-share sebuah meme dengan foto Menteri Susi yang diberi caption :

“YANG ISTRINYA NGGAK BISA MASAK, TENGGELAMKAN!” atau “PUNYA ISTRI NGGAK BISA MASAK? TENGGELAMKAN!

Pernah lihat, kan meme menyebalkan ini?
Duhai, sayang. Andai semua lelaki berpikiran seperti ini, maka meme menyebalkan untuk “menenggelamkan” istri yang tidak bisa memasak itu tidak akan pernah ada.

Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua, agar tak semena-mena “menenggelamkan” istri hanya karena ia tidak bisa memasak atau kurang terampil melakukan pekerjaan rumah tangga, sebab seorang istri tidak diciptakan Tuhan untuk urusan dapur, sumur, dan kasur belaka.

NFE6

NFE8

Ebook: https://tinyurl.com/PPS-ebook

Selain itu,
“…. sebab sejatinya, menikah itu tentang bagaimana saling membantu dan saling memikul tanggung jawab bersama.”
Dan dari pada saling menenggelamkan, bukankah lebih baik berlayar bersama, saling bahu membahu menjalankan biduk rumah tangga? 😊

Masa itu, setelah lelaki berpostur tinggi itu kembali ke kamarnya untuk membangunkan istri tercintanya, aku kembali melanjutkan pekerjaanku, sembari membayangkan wajah lelaki tercintaku, dengan segala cinta tak bersyaratnya untukku.
Terimakasih, Tuhan, telah Kau ciptakan dia untukku.

Pertamakali ditulis saat itu,
Di Denmark Street, Bristol
25 September 00.30 UK time.
11° C
____________________________________________
Kalian tahu. Selepas suaminya kembali ke Dubai, sang istri berusaha keras untuk mencoba memasak sendiri daripada terus menerus membeli makanan siap saji. “Aku ingin memberi kejutan untuk suamiku saat aku bertemu dengannya lagi nanti,” begitu katanya. Aku bercanda meledeknya. Memegang pisau saja ia kaku sekali. “Lihat saja. Aku pasti bisa jadi sehebat chef ternama!”. Lalu kami tertawa bersama.

Aku tersenyum melihatnya begitu bersemangat memporak-porandakan dapur dengan contekan di sebelahnya, entah dari buku resep, atau contekan dari smartphone-nya. Benar, kami memang sering memasak bersama. Kami memang dekat dan akrab. Sebab penghuni kamar lainnya di flat kami adalah berjenis kelamin pria. 6 bulan berlalu. Saatnya sosok berambut panjang hitam dan lurus yang tak pernah mau berpakaian pendek saat ada lelaki di dapur itu harus kembali ke negaranya. Aku sedih. Namun aku juga bangga padanya. Ia yang dulu tak pernah menyentuh dapur seumur hidupnya, kini berhasil menaklukkannya, meski mungkin memang belum sehebat beberapa yang lainnya.

Tak bisa kubayangkan betapa manisnya saat ia dan suaminya kembali bersua, dan suaminya mendapatinya telah mampu menyajikan masakan lezat yang begitu menggugah selera. Yah… meski aku tak pernah berkesempatan mencicipi masakannya lantaran ia seringkali memasak babi & menggunakan minyak babi di masakannya 

Sumber gambar: ummi online.

——–

Ayo pesan buku yang ditulis oleh penulis berjudul NOTES FROM ENGLAND.

NFE7

Paket 1

NFE9

Ebook: https://tinyurl.com/NFE-ebook

NFE10