Think Small, Act Big

Ada sebuah kalimat menarik tentang mimpi dan cita-cita yang pernah saya baca. Kira-kira begini:

“Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini. Maka aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.

Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku.

Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Ternyata aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.

Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini.” [1]

Kalimat ini terekam lagi di memori saya ketika membaca bab Think Small Act Big di buku So Good They Cant Ignore You [2]. Adalah cerita Prof. Pardis Sabeti [3], seorang biologist lulusan summa cum laude Doctor of Medicine, University of Harvard dan juga peraih gelar PhD dalam bidang Evolutionary Genetics dari University of Oxford yang memanggil kembali memori saya tentang potret cita-cita kebanyakan orang.

Ada tiga cerita berbeda yang di bandingkan dalam bab ini, yaitu antara Sarah, seorang mahasiswa baru (PhD) yang bingung menenutukan arah risetnya sedngkn mimpinya begitu besar: “Bisa menghasilkan riset yang mampu mengubah dunia”, juga Jone, yang memilih berhenti dari college untk merealisasikan mimpinya: “Membangun komunitas skala global yang punya visi hidup sehat” dan tentu saja Prof. Sabeti yang baru menemukan mimpi dan cita-citanya setelah menyelesaikan S3 di Oxford yaitu: “Mengaplikasikan bioinformatic statistical method untuk menekan angka penyebaran penyakit”.

whatsapp-image-2016-11-21-at-17-50-47

Baca lebih lanjut

Buku Inspirasi Dari Tanah Eropa: Dibalik Layar

Bismillah…

Sebelum meninggalkan tanah air besok pagi dan sengaja untuk menjawab beberapa pertanyaan pembaca tentang buku Inspirasi Dari Tanah Eropa, saya ingin berbagi cerita tentang cerita dibalik layar buku ini dan memberikan spoiler apa saja sebenarnya isi dari buku ini. Saya akan menulis dalam format tanya-jawab yang semoga menjadi bahan cerita yang menarik bagi para pembaca.

Bagaimana awal penggarapan buku ini?

Saya dan Ataka sama-sama tidak pernah berkomunikasi dengan intens sejak pertemuan pertama kami di Taipei sekitar 6 tahun lalu. Ataka bahkan benar-benar tak mengenal saya dengan baik. Sebaliknya, karena saya mengetahui Ataka adalah salah satu bagian dari Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) waktu itu, maka saya cukup tahu profil Ataka selain pernah menonton langsung bakatnya menulis di program Kick Andy beberapa tahun silam sebelum saya memulai S2 di Taiwan.

Semenjak menginjakkan Bristol untuk memulai studi S3 saya di tahun 2014, saya sudah merencanakan menulis sebuah memoar yang memuat perjalanan saya selama di Eropa. Hanya saja belum diseriusi hingga musim gugur tahun lalu karena masih sibuk dengan penerbitan novel pertama saya, Islammu Adalah Maharku. Namun, tepat pertengahan November 2015, saya kemudian memutuskan untuk menseriusi penggarapan buku ini dengan menggandeng dua orang kandidat doktor yang lain di UK. Opsi kolaborasi saya ambil untuk memperkaya isi buku dan memperluas jaringan kepenulisan yang menurut saya akan menarik jika digarap oleh beberapa orang yang sama-sama menjadi PhD candidate di UK. Pilihan saya kemudian mengerucut ke Ahmad Ataka (PhD candidate di Kings College London) dan M. Firmasyah Kasim (PhD candidate di Oxford University). Alasan memilih Ataka karena memang saya sangat tahu kualitas anak ini dan yakin mau diajak serius untuk menggarap sebuah buku. Sedangkan Firmansyah Kasim karena beberapa kali pernah berkorespondensi untuk pembuatan buku tentang perjalanan studi di UK. Tak lama setelah mengontak mereka berdua, hanya Ataka yang kemudian excited dan menyambut baik penggarapan buku ini. Rupanya Ataka telah memiliki rencana yang sama dengan saya jadi penawaran kolaborasi ini seperti pelengkap rencana yang sudah kami susun sama-sama meski kami tidak pernah saling tahu. Saya kemudian tidak mendapatkan respon apa-apa dari Firman yang mungkin sedang sibuk menyelesaikan studinya atau bisa jadi karena emailnya yang kurang tepat. Sayapun tidak mengerti.

Gramed

Baca lebih lanjut

Buku Notes of 1000 days in Taiwan

Notes of 1000 days in Taiwan

Kumpulan Testimoni Pembaca:

Testimoni 1: ”Sebuah tulisan yang hidup dan mengalir. Anda akan dibawa merasakan petualangan seorang Ario Muhammad dalam menjalani kehidupan seorang muslim di negara yang mayoritas non-muslim. Buku ini seperti kumpulan lagu indah di dalam satu album yaitu Islamku di Taiwan. Bila anda belum sempat ke sana, maka dengan membaca buku ini andapun serasa ikut menyanyikan lagu-lagu yang senada. Sangat saya anjurkan anda menikmati buku ini.” (Nopriadi Hermani, PhD Candidate at Tokyo Institute of Technology, Dosen Universitas Gadjah Mada)

Testimoni 2: Masya Allah, tulisan yang bagus sekali! Kisah-kisah dalam buku ini mengajak kita merasakan warna-warni menjadi mahasiswa muslim di luar negeri (Taiwan) berikut dengan hikmah-hikmah menarik yang bisa menjadi pelajaran berharga. Saya rekomendasikan buku ini untuk semua kalangan, khususnya mereka yang tengah atau hendak memulai perjalanannya untuk studi di luar negeri. Ganbatte!” (Danang Ambar Prabowo, Penerima beasiswa master Monbukagakusho 2010, University of the Ryukyus  – Jepang. Mahasiswa Berprestasi Nasional, 2007)

Testimoni 3: “Globalisasi telah mengharuskan setiap muslim untuk bersaing dengan ummat untuk menegakkan eksistensi Islam di belahan bumi manapun kita berada. Penulis telah memberikan teladan bagi kita untuk tetap berpegang teguh pada ajaran agama, tidak larut pada nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran agama dan budaya timur. Ditulis dengan bahsa yang ringan, memudahkan kita untuk menangkap intisari pelajaran hidup. Buku ini bisa menjadi sebuah panduan bagi generasi muda muslim sebelum menjelajah dunia untuk menegakkan eksistensi diri sebagai khalifah fil ardi dimanapun berada. Selamat membanca!” (Andri Gunawan, lulusan Master of Islamic Studies, International Islamic University of Islamabad (IIUI), Pakistan. Ketua Muslim Student Union (MSU), Islamabad – Pakistan 2009-2010) Baca lebih lanjut