Ini Tentang Sebuah “Keyakinan”

Bismillah…

Kali ini, seperti cerita yang pernah tertulis di waktu-waktu yang lalu. Ku ingin bercerita kembali tentang “Keyakinan”. Tak usah kau tanya mengapa, karena yang ingin kutulis adalah sebuah indikasi tentang titik awal dari perjalanan panjang di waktu berikutnya. Tentu saja, setiap langkah kakimu membangun cita harus kau bangun ia dengan keyakinan, setelah sebelumnya, telah kau pupuk terlebih dahulu dengan cinta dan harap. Cintai apa yang kamu kerjakan, lalu terus berharaplah pada Allah, Semoga ikhtiar sederhana itu adalah awal dari ejawantahan jutaan impian yang telah terbang mengangkasa.

Lalu jika cinta dan harap adalah kunci paling besar dalam bekerja, kenapa kita membutuhkan keyakinan ?. Karena ia adalah lilin yang tak padam untuk mempertahankan keduanya. Ketika kau mulai merasa lemah dengan kecintaanmu terhadap apa-apa yang kau kerjakan, maka keyakinan menjadi penguatnya. Menopang segala macam kelemahan yang mampu melumpuhkan, memberi semacam obat penenang bagi hati yang resah karena gangguan dunia yang tak berkesudahan. Begitulah keyakinan, ia juga mampu memupuk harap, membersamai mimpi agar terus berlari, hingga menyulam tambalan-tambalan ketidaksempurnaan dari tiap jengkal ikhtiar yang kau buat.

Maka keyakinan adalah sebuah indikasi awal dari sebuah kelapangan masa. Sebuah kelegaan yang terasa di dalam jiwa bahwa tak ada lagi sekat-sekat yang menghambat untuk melangkah. Ketika kau merasa bahwa segala macam tantangan harus kau hadapi, pun ketika semua yang bernama resah dan yang menghadangmu dalam berlaku telah kau matikan mereka dan kau hidupkan peluang-peluang untuk menjaga harapmu. Semuanya adalah gambaran sebuah makna tentang keyakinan yang tertanam di dalam jiwa seseorang. Keyakinan yang melangit, tetapi memiliki setumpuk harap yang membumi. Ia tinggi, namun tetap memiliki cara untuk membuatnya tersadar akan dunia dan tantangannya.

Sumber sebuah keyakinan yang kokoh selalu terpulang karena-Nya. Sungguh ia takkan pernah hadir ketika hatimu belum “berkomunikasi” dengan-Nya. Belum “bertanya” pada-Nya, tentang hari-harimu yang baru, tentang cita-citamu yang membiru, atau bahkan tentang cerita-cerita lakumu yang akan kau tuju. Semuanya telah kau tanya pada-Nya, dan tentu saja, balasan dari sebuah “dialog” 2 zat pencipta dan zat yang diciptakan ini, hasilnya adalah KEYAKINAN. Adakalanya, kita merasa ragu. Ia menyertai hati juga laku. Ketika ia bertahan dan terindikasi dengan kejadian-kejadian yang mendukungnya. Mungkin saja memang “keyakinan” itu belum dianugerahkan oleh-Nya. Kita perlu bergegas untuk melengkapkan ikhtiar, bertanya pada jiwa apakah ia telah benar-benar “bercerita” pada-Nya, juga mencoba memperbaiki cela yang mungkin menjadi penyebab “keyakinan” itu belum datang. Jika masih gelisah, bersabarlah saudaraku, sebab, buahnya sabar itu selalu indah.

Dan tahukah kamu, apa kuncinya keyakinan itu hadir dan tak tergoyahkan ? Ternyata “keyakinan” yang melangit juga hadir dan terus ada pada mereka-mereka yang selalu meletakkan hatinya di langit biru. Jauh dari dunia. Mereka kekal dalam penghambaan, Istiqomah dalam kesabaran dan ketaatan, serta kuat dalam mejelajah cahaya iman. Orang-orang inilah yang tumbuh dalam keyakinan-nya yang mengakar. Mereka kokoh seperti karang, meluas seperti samudera, dan menjulang bak gunung yang tinggi dan menghijau. Indah… Tentu saja orang-orang yang memiliki-Nya, dan memiliki keyakinan karena-Nya selalu indah. Maukah kau bersama mereka ?

Taipei, 05 Maret 2011

~ Yusuf Al Bahi ~

Figure is from here

Tinggalkan komentar